Rasulullahpernah bersabda, "Jika suami memanggil istrinya untuk tidur bersama (bersetubuh) lalu sang istri menolak sehingga pada malam itu suaminya marah padanya, maka para malaikat mengutuk sang istri tersebut hingga pagi hari" (HR Bukhari).Dari hadist tersebut dijelaskan bahwa wajib bagi istri untuk kapan saja melayani suami ketika suami menginginkannya.
Orangtua & Mertua Statusnya Sama Istri Milik Suami, Suami Milik Ibunya Bukan Hadits Nabi Oleh Al-Ustadz H. Miftahul Chair, MA Genre Fikih & Hadits Jemaah dari tanah Jawa kabupaten Kudus bertanya, "Ustadz apakah istri milik suami dan suami milik ibunya hadits Nabi, mohon penjelasannya ustadz? Saya Jawab Iya saya pernah mendengar istilah istri milik suami dan suami milik ibunya. Tapi sejatinya itu bukanlah hadits namun kesimpulan yang terjadi di dunia maya terhadap sebuah hadits dan kesimpulan itu salah kaprah dan bisa berakibat fatal terhadap pemahaman suami. Ini yang perlu diluruskan agar jangan sedikit-sedikit kata populer disandarkan ke Rasulullah Saw, ini merupakan dosa besar karena berdusta atas nama Rasulullah Saw. Kalimat istri milik suami, suami milik ibunya terinspirasi dari sebuah hadits yang jauh dari makna hadits itu sendiri. Adapun hadits yang terlihat seolah-olah kedudukan suami mendominasi istrinya yang harus taat dan peduli kepada ibu kandung suami saja sebagai berikut عن عَائِشَةَ ، قَالَتْ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقًّا عَلَى الْمَرْأَةِ ؟ قَالَ " زَوْجُهَا " ، قُلْتُ فَأَيُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقًّا عَلَى الرَّجُلِ ؟ قَالَ " أُمُّهُ " Maknanya "Dari Asiyah “Aku bertanya kepada Rasulullah saw” “Siapa yang memiliki hak paling besar terhadap wanita?” Rasulullah saw, berkata “Suaminya”. Aku berkata “Maka siapa yang paling berhak atas laki-laki?” Rasulullah saw, berkata “ibunya". HR. Hakim, Bazzar dan Thabrani. Gara-gara salah memahami hadits ini ada seorang suami yang antipati dan tidak peduli lagi kepada mertuanya, sehingga ia tidak berbakti kepada kedua mertuanya fokus dengan orangtuanya saja dan pada akhirnya sering memicu keretakan rumah tangga. Padahal tidak demikian. Jadi point yang didapat dari hadits di atas, 1. Hadits tersebut adalah hadits bermasalah artinya diperselisihkan kualitasnya sebab ahli hadits seperti Imam Al-Mundziri menyatakan hadits tersebut hasan dan Imam Hakim menyatakan shahih dengan syarat muslim. Sedangkan Imam Abi Hatim dalam kitabnya Al-Jarh Wat Ta'dil menyebutkan bahwa dalam hadits tersebut ada perawi yang tidak dikenal atau majhul yakni Abu 'Utbah. Yang sangat disayangkan hadits tersebut beredar di internet diriwayatkan oleh Muslim, seolah-olah memaksa istri agar hadits ini menjadi dalil yang kuat agar istri fokus kepada orangtua atau ibu kandung suami saja. Jadi hadits tersebut dimanipulasi sebagai riwayat muslim yang tidak ada riwayat dalam kitab shahih Muslim padahal riwayat Imam Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak. 2. Hadits tersebut bertentangan dengan hadits shahih berikut رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ، وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ أَخْرَجَهُ التِّرمذيُّ، وصَحَّحَهُ ابنُ حِبَّانَ والحاكِمُ Maknanya "Ridha Allah berada pada ridha kedua orangtua dan Murka Allah berada pada murka kedua orangtua." HR. Tarmidzi, Ibnu Hibban menshahihkannya dan Imam Hakim. Dengan kata lain, jika seorang suami secara diktator memerintahkan kepada istrinya hanya berbakti kepada ibu kandungnya saja maka seorang suami tersebut kehilangan ridha Allah dari sisi mertuanya. Bisa dikatakan, suami mendapat bagian ridha Allah dari baktinya kepada ibu kandungnya sekaligus mendapat murka Allah dari tidak berbaktinya suami kepada mertuanya. Dengan kata lain, nol pahala yang diterima suami jadinya. Orangtua dan mertua memiliki kedudukan yang sama setelah pernikahan anaknya. Pada kedua kubu wajib bagi suami dan istri berbakti. Seorang suami pun wajib berbuat baik kepada mertuanya seperti dia berbuat baik kepada kedua orangtua yang telah melahirkannya karena mertuanya telah mengizinkan menantunya untuk mengambil anak perempuan untuknya, tanpa izin orangtua maka laki-laki tidak akan pernah bisa menikahi seorang wanita mana pun. 3. Jika hadits tersebut disalahgunakan dalam memahaminya maka hadits tersebut bertentangan dengan Alquran tentang prinsip-prinsip keadilan. Artinya kita butuh dalil yang lain untuk menyeimbangkan pemahaman terhadap dalil-dalil tersebut. Saya banyak mendengar keretakan rumah tangga sering terjadi karena tidak meratanya keadilan, salah satunya diskriminasi suami terhadap orangtua istri. Dalam hal ini, suami wajib mencari jalan tengah yakni wajib meminimalisir resiko dan wajib mempertahankan rumah tangga. Bagaimana seorang suami memperlakukan orangtuanya dengan baik begitu pula dia memperlakukan mertuanya. Sebaliknya istri pun demikian. Keseimbangan ini akan menimbulkan rasa kasih dan sayang di antara suami dan istri karena sikap seperti ini lahir dari wawasan yang baik terhadap nash Alquran dan Hadits. 4. Jika hadits ini pun dijadikan hujjah maka sebenarnya hadits ini mengarahkan kepada wanita untuk tidak sepenuhnya terlalu merasa memiliki suaminya sehingga ia melarang suaminya untuk berbuat baik kepada ibu kandungnya. Karena faktanya di lapangan ada perempuan yang menghalangi-halangi suami untuk berbakti kepada ibunya karena perselisihan pendapat. Tidaklah semua itu terjadi kecuali karena ketidakpahaman istri dalam membina hubungan baik dengan orangtua. 5. Hadits itu tidak berbicara tentang bahwa istri adalah milik suami dan suami milik istri tapi persoalan hak suami yang harus didahulukan dalam menetapkan keputusan atau yang menyangkut aktivitas sehari-hari jika ada pertentangan. Imam Al-Buhuti dalam kitabnya Syarh Muntahal Iradat, إذا تعارضت طاعة الزوج مع طاعة الأبوين ، قدمت طاعة الزوج Maknanya "Jika kepatuhan istri terhadap suami bertentangan dengan kepatuhannya kepada kedua orangtuanya. Maka didahulukan terlebih dahulu bagi istri untuk mematuhi suaminya." Pertentangan ini kan jarang terjadi, jika harus terjadi seorang istri memilih keputusan suaminya seraya menyatakan dengan baik-baik kepada kedua orangtuanya. Nah, di sinilah pentingnya seorang suami dan mertua memiliki wawasan yang baik agar menyikapi setiap keputusan dengan bijak dan sabar. Namun perlu diperhatikan, pertentangan ini pada batas persoalan hubungan-hubungan yang normal antara suami dan mertua, apabila pertentangan itu sudah sampai pada keputusan suami agar istri mendurhakai orangtuanya. Maka tidak ada kewajiban seperti itu yang wajib ditaati. Sang Pecinta Kedamaian Ustadz Miftah. Seorangwanita, apabila ia telah dinikahi oleh seorang pria, maka ia (wanita tersebut) telah menjadi 'milik' suaminya. Ia harus lebih mengutamakan untuk ta'at kepada suaminya daripada kepada orang tuanya selama itu dalam perkara kebaikan.
Seorang suami memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih besar, di antaranya adalah peranan dan tanggung jawabnya kepada istrinya. Karena seorang istri sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab suami. Namun demikian, seorang suami juga tetap berkewajiban untuk menafkahi orangtuanya. Karena orangtua adalah tanggung jawab anak laki-laki suami. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw., “Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita? Rasulullah menjawab “Suaminya” apabila sudah menikah. Kemudian Aisyah Radhiyallahu anha bertanya lagi “Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki? Rasulullah menjawab “Ibunya,” HR. Muslim. Dari hadist tersebut jelas bahwa ibu adalah tanggung jawab anak laki-laki suami. Namun yang terjadi sekarang umumnya berbeda. Seorang suami sepenuhnya dimiliki oleh istri. Padahal masih ada orangtuanya yang wajib ia nafkahi. Lantas, siapakah yang lebih diprioritaskan oleh seorang suami, apakah bakti suami sebagai anak terhadap ibunya ataukah kewajiban suami terhadap istrinya? Ibu ataukah istri yang harus didahulukan suami? Ini merupakan persoalan yang sangat sulit bagi laki-laki. Dari Abu Hurairah radliallahu anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab “Kemudian ayahmu.” [HR. Bukhari dan Muslim Maka jika Anda seorang istri dari suami yang seperti itu, hendaknya dukung dengan baik agar suaminya senantiasa melakukan berbagai ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Berbakti kepada orang tua atau birrul wâlidain terutama kepada ibunya dan menyambung tali silaturahmi dengan baik pada orang tua setelah menikah merupakan suatu ketaatan kepada Allah yang amat baik. Dari hadis tersebut, telah disebutkan bahwa yang berhak terhadap seorang laki-laki adalah ibunya. Namun bukan berarti seorang suami bebas menelantarkan istri demi seorang ibu. Itu salah, karena Ibu dan istri memiliki kedudukan yang sama pentingnya dalam islam, kedua-duanya harus diutamakan dan dimuliakan. Tapi yang harus diingat bahwa seorang ibu yang shaleh akan melahirkan anak yang shalih hingga tumbuh jadi suami yang shalih pula. Sedangkan istri yang shalih akan menjadikan rumah tangga suaminya penuh dengan cinta dan kasih sayang, membantu suami dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan memenuhi kewajiban suaminya karena seorang wanita adalah milik suaminya dan seorang laki-laki adalah milik ibunya. Seorang istri tidak perlu cemburu kepada orang tua suaminya mertua, karena dia yang telah melahirkan suaminya. Seorang Istri yang shalihah tidak akan menghalangi bakti suami kepada orangtuanya. Karena berbakti kepada orangtua adalah kewajiban besar yang diperintahkan Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 23 “Dan Tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu. Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan “ah” kepada keduanya. dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia,” QS. Al-Isra’ 23. Dari ayat tersebut jelas perintah Allah untuk berbakti kepada orangtua. Jadi seorang istri harusnya menyadari akan kewajiban suaminya untuk berbuat baik dan berterima kasih kepada kedua orangtuanya. Dengan menolong suami berbuat kebaikan maka Allah akan menolong seorang istri dengan menumbuhkan cinta kasih yang mendalam di hati suaminya. Dan suami pun akan bangga mempunyai istri yang selalu mendorongnya untuk berbuat kebaikan dan menyayanginya dengan penuh kasih sayang, serta menyayangi dan menghormati kedua orangtuanya. Sejatinya, jika seorang istri berbuat baik kepada mertua, menganggap mereka sebagai orangtuanya sendiri, maka mertua pun akan baik dengannya. Maka dari itu, seorang istri haruslah patuh dan taat kepada suaminya, karena mereka adalah imam baginya. Demikian pula dengan seorang suami, sudah semestinya menyayangi dan memuliakan istrinya. Seperti hadits berikut,”Seandainya aku dibolehkan memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” HR. Muslim Seorang suami harus ingat bahwa istri dan orangtuanya memiliki kedudukan yang mulia. Dengan istrinya pulalah seorang suami nantinya akan melahirkan keturunan baginya.
ImamBukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa membuat syarat yang tidak ada pada Kitabullah, maka tidak berlaku sekalipun dia membuat persyaratan seratus kali.". Penghasilan Istri dan Suami. Tentang penghasilan istri maka ia adalah milik dirinya pribadi bukan milik suaminya
Belajar IslamSuami Prioritaskan Ibunya atau Istri?, Ini Penjelasan dalam Alquran dan Hadist – Seorang suami memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih besar, di antaranya adalah peranan dan tanggung jawabnya kepada istrinya. Karena seorang istri sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab suami. Namun demikian, seorang suami juga tetap berkewajiban untuk menafkahi orangtuanya. Karena orangtua adalah tanggung jawab anak laki-laki suami. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw., “Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita? Rasulullah menjawab “Suaminya” apabila sudah menikah. Kemudian Aisyah Radhiyallahu anha bertanya lagi “Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki? Rasulullah menjawab “Ibunya,” HR. Muslim. Dari hadist tersebut jelas bahwa ibu adalah tanggung jawab anak laki-laki suami. Namun yang terjadi sekarang umumnya berbeda. Seorang suami sepenuhnya dimiliki oleh istri. Padahal masih ada orangtuanya yang wajib ia nafkahi. Lantas, siapakah yang lebih diprioritaskan oleh seorang suami, apakah bakti suami sebagai anak terhadap ibunya ataukah kewajiban suami terhadap istrinya? Ibu ataukah istri yang harus didahulukan suami? Ini merupakan persoalan yang sangat sulit bagi laki-laki. Dari Abu Hurairah radliallahu anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab “Kemudian ayahmu.” [HR. Bukhari dan Muslim Maka jika Anda seorang istri dari suami yang seperti itu, hendaknya dukung dengan baik agar suaminya senantiasa melakukan berbagai ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Berbakti kepada orang tua atau birrul wâlidain terutama kepada ibunya dan menyambung tali silaturahmi dengan baik pada orang tua setelah menikah merupakan suatu ketaatan kepada Allah yang amat baik. Dari hadis tersebut, telah disebutkan bahwa yang berhak terhadap seorang laki-laki adalah ibunya. Namun bukan berarti seorang suami bebas menelantarkan istri demi seorang ibu. Itu salah, karena Ibu dan istri memiliki kedudukan yang sama pentingnya dalam islam, kedua-duanya harus diutamakan dan dimuliakan. Tapi yang harus diingat bahwa seorang ibu yang shaleh akan melahirkan anak yang shalih hingga tumbuh jadi suami yang shalih pula. Sedangkan istri yang shalih akan menjadikan rumah tangga suaminya penuh dengan cinta dan kasih sayang, membantu suami dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan memenuhi kewajiban suaminya karena seorang wanita adalah milik suaminya dan seorang laki-laki adalah milik ibunya. Seorang istri tidak perlu cemburu kepada orang tua suaminya mertua, karena dia yang telah melahirkan suaminya. Seorang Istri yang shalihah tidak akan menghalangi bakti suami kepada orangtuanya. Karena berbakti kepada orangtua adalah kewajiban besar yang diperintahkan Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 23 “Dan Tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan “ah” kepada keduanya. dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia,” QS. Al-Isra’ 23. Dari ayat tersebut jelas perintah Allah untuk berbakti kepada orangtua. Jadi seorang istri harusnya menyadari akan kewajiban suaminya untuk berbuat baik dan berterima kasih kepada kedua orangtuanya. Dengan menolong suami berbuat kebaikan maka Allah akan menolong seorang istri dengan menumbuhkan cinta kasih yang mendalam di hati suaminya. Dan suami pun akan bangga mempunyai istri yang selalu mendorongnya untuk berbuat kebaikan dan menyayanginya dengan penuh kasih sayang, serta menyayangi dan menghormati kedua orangtuanya. Sejatinya, jika seorang istri berbuat baik kepada mertua, menganggap mereka sebagai orangtuanya sendiri, maka mertua pun akan baik dengannya. Maka dari itu, seorang istri haruslah patuh dan taat kepada suaminya, karena mereka adalah imam baginya. Demikian pula dengan seorang suami, sudah semestinya menyayangi dan memuliakan istrinya. Seperti hadits berikut,”Seandainya aku dibolehkan memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” HR. Muslim Seorang suami harus ingat bahwa istri dan orangtuanya memiliki kedudukan yang mulia. Dengan istrinya pulalah seorang suami nantinya akan melahirkan keturunan baginya. hmz/dbs/foto muslimobsession/muslimfamily Wallahu a'lam Bissawab. Sumber Asma Nadia, Catatan Hati Seorang Istri. Edisi 09/Tahun XX/1438H/2016M, Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Kitab Bhulughul Maram dan Mughnil Muhtâj, asy-Syarbini, 5/183, Hasyiyah Ibnu Abidin 2/678; Minahul Jalîl, 2/448; Mughnil Muhtâj, 3/446; al-Inshâf, 9/392.
\n \n\nhadist istri milik suami suami milik ibunya
Islammemang mewajibkan seorang suami untuk menafkahi istri secara lahir dan batin. Dan jika kebutuhan pokok istri telah tercukupi, suami harus memenuhi kebutuhan ibunya. Ingatlah bahwa seorang anak tidak boleh menelantarkan ibunya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist:
Hadist Istri Milik Suami Suami Milik Ibunya. Katanya wanita harus mendahulukan suami, sedang suami harus mendahulukan ibunya, Dalam islam, kewajiban suami tidak hanya berkaitan dengan nafkah makan, pakaian, tempat tinggal, sebagaimana yang disangka oleh sebagian. Ibu atau Istri, Mana Yang Harus Didahulukan? Nur Yaqin Amin from Web istri milik suaminya tapi harta istri bukan harta suami, begitupun suami milik ibunya tapi harta suami bukan harta ibunya, karna milik itu artinya taat dan patuh,. Katanya wanita harus mendahulukan suami, sedang suami harus mendahulukan ibunya, apa. Web pernyataan “uang suami adalah milik istri” atau “uang istri adalah uang suami” apakah benar? Oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Msc. Web tirmidzi, ibnu majah, dan ahmad. Laki2 yg baik dia bisa jd anak laki2 yg baik bt ibunya, jd suami yg baik bt istrinya, menyayangi. Katanya wanita harus mendahulukan suami, sedang suami harus mendahulukan ibunya, apa. Tentang Uang Suami Milik Istri. Ga ada satupun hadits yg menyatakan hal bahwa si istri setelah menikah kemudian lepas lah seluruh kewajiban. Dan ternyata di balik lelaki yang perkasa ada ibu yang luar. Web suami milik ibunya, itulah kata kata yang santer terdengar. Setiap Orang Yang Menceraikan Isterinya Kecuali Karena Zinah, Ia Menjadikan Isterinya Berzinah;. Web istri yang taat suami dijamin surga. Katanya wanita harus mendahulukan suami, sedang suami harus mendahulukan ibunya, apa. Ibu saya konsultasi ke ustadz tempat beliau mengaji dan didapatlah kesimpulan bahwa ibu. Dan Suami Itu Milik Ibunya Peringatan Untuk Diri Saya Sendiri Dan Untk Ank Lelaki Yg Masih Punya Ibu 櫓 Ada tiga orang yang allah tidak tenerima. Web dengan demikian, kalau dikatakan bahwa semua uang suami adalah milik istri justru merampas hak suami atas kepemilikan uangnya. Web suami milik ibunya, itulah kata kata yang santer terdengar. Ternyata Hadis Ini Tidak Mutlak Pelarangan Pada Istri Untuk Keluar Tanpa Izin,. Web qs 4 Karena itu, suami bisa mendapat warisan dari harta istri, sebaliknya istri juga mendapat warisan dari harta. Enceritakan kepada kami muhammad bin fudlail dari abu nashr abdullah bin abdurrahman dari musawir al himyari dari ia berkata.

Akantetapi para suami, mempunyai satu tingkat kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana. (QS. Al Baqarah: 228) Sebagaimana suami mempunyai hak yang harus dipenuhi istri, istri pun mempunyai hak yang harus dipenuhi suami. Apalagi jika sang istri adalah istri shalihah yang taat pada Allah dan suaminya.

Assalamu alaikum wr. wb. Redaksi NU Online, di tengah masyarakat berkembang istilah “uang suami milik istri dan uang istri milik istri.” Pertanyaan saya adalah bagaimana Islam mengatur hak kepemilikan suami dan istri. Ini cukup penting untuk mendudukkan persoalan secara jelas. Terima kasih. Wassalamu alaikum wr. wb. Ahmad/Tangerang Jawaban Assalamu alaikum wr. wb. Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Sebelum sampai ke sana, di awal kami menyinggung terlebih dahulu situasi perihal kedudukan perempuan pada saat Al-Qur’an diturunkan. Pada saat Islam datang, peradaban manusia terkait kedudukan perempuan terbilang masih rendah. Perempuan selamanya berada dalam “perbudakan.” Selagi kecil, ia berada di bawah belenggu ayahnya. Setelah menikah, belenggu perempuan berpindah tangan kepada suaminya. Sebagai entitas di bawah kuasa orang lain, perempuan saat itu tidak memiliki hak atas harta, bahkan atas hidupnya sendiri. Tidak heran kalau Surat At-Takwir ayat 8 dan ayat 9 menyinggung anak perempuan yang dikubur hidup-hidup. Al-Qur’an mempertanyakan dosa apa yang dilakukan anak perempuan sehingga layak dibunuh hidup-hidup. Adapun Surat At-Takwir ayat 8 dan ayat 9 berbunyi sebagai berikut وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَت بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَت Artinya, “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” Oleh karena itu, Islam kemudian datang untuk membebaskan perempuan dari belenggu perbudakan yang menjadi sistem sosial saat itu. Islam mengembalikan atau memulihkan kepribadian perempuan yang disia-siakan. Islam memberikan hak kepada perempuan secara sempurna dalam relasinya dengan masyarakat dan keluarga. Hal ini disebutkan oleh Imam M Abu Zahrah dalam Ushulul Fiqih-nya ketika membahas sisi kemukjizatan Al-Qur’an. وأعطى الإسلام المرأة حقوقها كاملة وجعل ماليتها في الأسرة مفصولة عن مالية الزوج Artinya, “Islam memberikan hak-hak perempuan secara sempurna. Islam menjadikan harta perempuan otonom secara kepemilikan dari harta suami dalam struktur keluarga,” Imam M Abu Zahrah, Ushulul Fiqh, [Beirut, Darul Fikr Arabi 2012 M/1433 H], halaman 85. Dari semangat Al-Qur’an dalam pemulihan hak-hak perempuan ini, ulama fiqih kemudian memberikan garis yang jelas terkait hak kepemilikan bagi perempuan dalam hal ini sebagai istri. Ulama mengatakan bahwa seorang perempuan berhak atas mahar dan nafkah; dan berhak diperlakukan secara manusiawi. للزوجة حقوق مالية وهي المهر والنفقة، وحقوق غير مالية وهي إحسان العشرة والمعاملة الطيبة، والعدل Artinya, “Istri memiliki hak atas materi berupa mahar dan nafkah; dan hak nonmateri berupa perlakuan yang baik, interaksi yang menyenangkan, dan keadilan.” Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz VII, halaman 327. Dengan demikian, perempuan memiliki kedaulatan atas kepemilikan harta. Kedaulatan perempuan atas kepemilikan harta ini tertuang jelas dalam perintah Al-Qur'an pada Surat An-Nisa’ ayat 4 perihal kewajiban pemberian mahar oleh seorang suami kepada istrinya. وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا Artinya, “Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” Surat An-Nisa’ ayat 4. Dari sini kemudian dapat disimpulkan bahwa Islam memberikan garis yang jelas terkait hak laki-laki dan hak perempuan. Perempuan dalam hal ini istri memiliki hak atas harta, yaitu mahar dan nafkah. Sedangkan laki-laki dalam hal ini suami juga memiliki hak atas harta. Lalu bagaimana dengan pernyataan “uang suami milik istri dan uang istri milik istri?” Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang perlu diuji satu per satu. Pertama, pernyataan, “uang suami adalah milik istri.” Uang suami mungkin saja milik istri dan mungkin juga bukan milik istri. Uang suami yang menjadi milik istri adalah hak nafkah yang seharusnya diterima oleh istri. Tetapi uang suami mungkin juga bukan milik istri, yaitu uang suami di luar keperluan nafkah istri dan anak. Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa semua uang suami adalah milik istri justru merampas hak suami atas kepemilikan uangnya. Adapun pernyataan kedua, “uang istri milik istri,” adalah benar adanya sebagaimana dijamin oleh Islam terkait hak perempuan atas kepemilikan harta. Penjelasan ini tampak sangat teknis dan domestik sekali. Tetapi hak-hak suami dan istri ini perlu dibicarakan sehingga jelas kedudukan masing-masing pihak atas kepemilikannya. Namun demikian pada praktiknya secara umum, suami dan istri mengelola memberikan pertimbangan setidaknya secara bersama uang yang mereka miliki dan satu sama lain dapat saling membantu dalam mengatasi keuangan satu sama lain seperti dinyatakan dalam Surat An-Nisa’ ayat 4. Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. Penulis Alhafiz Kurniawan Editor Muchlishon Dengandemikian pasangan tersebut sudah halal dan saling melengkapi untuk mempunyai keturunan. Di dalam Islam seorang istri yang menolak ajakan suami untuk bergaul, berarti ia (istri) membuka pintu laknat dari Allah terhadap dirinya. 8. Banyak menuntut. Tak baik seorang istri banyak menuntut kepada suaminya. Jakarta – Seorang suami memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih besar, di antaranya adalah peranan dan tanggung jawabnya kepada istrinya. Karena seorang istri sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab suami. Namun demikian, seorang suami juga tetap berkewajiban untuk menafkahi orangtuanya. Karena orangtua adalah tanggung jawab anak laki-laki suami. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw., “Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita? Rasulullah menjawab “Suaminya” apabila sudah menikah. Kemudian Aisyah Radhiyallahu anha bertanya lagi “Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki? Rasulullah menjawab “Ibunya,” HR. Muslim. Dari hadist tersebut jelas bahwa ibu adalah tanggung jawab anak laki-laki suami. Namun yang terjadi sekarang umumnya berbeda. Seorang suami sepenuhnya dimiliki oleh istri. Padahal masih ada orangtuanya yang wajib ia nafkahi. Lantas, siapakah yang lebih diprioritaskan oleh seorang suami, apakah bakti suami sebagai anak terhadap ibunya ataukah kewajiban suami terhadap istrinya? Ibu ataukah istri yang harus didahulukan suami? Ini merupakan persoalan yang sangat sulit bagi laki-laki. Dari Abu Hurairah radliallahu anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab “Kemudian ayahmu.” [HR. Bukhari dan Muslim Maka jika Anda seorang istri dari suami yang seperti itu, hendaknya dukung dengan baik agar suaminya senantiasa melakukan berbagai ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Berbakti kepada orang tua atau birrul wâlidain terutama kepada ibunya dan menyambung tali silaturahmi dengan baik pada orang tua setelah menikah merupakan suatu ketaatan kepada Allah yang amat baik. Dari hadis tersebut, telah disebutkan bahwa yang berhak terhadap seorang laki-laki adalah ibunya. Namun bukan berarti seorang suami bebas menelantarkan istri demi seorang ibu. Itu salah, karena Ibu dan istri memiliki kedudukan yang sama pentingnya dalam islam, kedua-duanya harus diutamakan dan dimuliakan. Tapi yang harus diingat bahwa seorang ibu yang shaleh akan melahirkan anak yang shalih hingga tumbuh jadi suami yang shalih pula. Sedangkan istri yang shalih akan menjadikan rumah tangga suaminya penuh dengan cinta dan kasih sayang, membantu suami dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan memenuhi kewajiban suaminya karena seorang wanita adalah milik suaminya dan seorang laki-laki adalah milik ibunya. Seorang istri tidak perlu cemburu kepada orang tua suaminya mertua, karena dia yang telah melahirkan suaminya. Seorang Istri yang shalihah tidak akan menghalangi bakti suami kepada orangtuanya. Karena berbakti kepada orangtua adalah kewajiban besar yang diperintahkan Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 23 “Dan Tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan “ah” kepada keduanya. dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia,” QS. Al-Isra’ 23. Dari ayat tersebut jelas perintah Allah untuk berbakti kepada orangtua. Jadi seorang istri harusnya menyadari akan kewajiban suaminya untuk berbuat baik dan berterima kasih kepada kedua orangtuanya. Dengan menolong suami berbuat kebaikan maka Allah akan menolong seorang istri dengan menumbuhkan cinta kasih yang mendalam di hati suaminya. Dan suami pun akan bangga mempunyai istri yang selalu mendorongnya untuk berbuat kebaikan dan menyayanginya dengan penuh kasih sayang, serta menyayangi dan menghormati kedua orangtuanya. Sejatinya, jika seorang istri berbuat baik kepada mertua, menganggap mereka sebagai orangtuanya sendiri, maka mertua pun akan baik dengannya. Maka dari itu, seorang istri haruslah patuh dan taat kepada suaminya, karena mereka adalah imam baginya. Demikian pula dengan seorang suami, sudah semestinya menyayangi dan memuliakan istrinya. Seperti hadits berikut,”Seandainya aku dibolehkan memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” HR. Muslim Seorang suami harus ingat bahwa istri dan orangtuanya memiliki kedudukan yang mulia. Dengan istrinya pulalah seorang suami nantinya akan melahirkan keturunan baginya. hmz/dbs/foto muslimobsession/muslimfamily/gomuslim HidupAdalah Pilihan Kumpulan Ayat Dan Hadist Tentang Suami Istri Bermesraan Berpahala Dan Menghapus Dosa Desiherawatikawaii S Blog Karena Berbagi Itu Indah Laki Laki Adalah Milik Orangtuanya Agar Suami Istri Makin Sayang Al Qowam Membangun Keharmonisan Dengan Mandi Bareng Jomblo Jangan Baca

Di antara salah kaprah yang tersebar di masyarakat seputar hukum waris adalah adanya anggapan bahwa jika suami meninggal, maka hartanya jadi milik istri. Ini adalah anggapan yang keliru. Kita akan bahas kekeliruan ini secara menerapkan hukum waris dalam IslamJika suami meninggal, semua hartanya menjadi milik istri?Wajib menerapkan hukum waris dalam IslamSebelum kita membahasnya, harus dipahami terlebih dahulu bahwa setiap Muslim wajib menerapkan hukum waris yang ada dalam Islam. Dalam Al Qur’an Al Karim, Allah Ta’ala menyebutkan aturan waris secara panjang lebar dalam empat ayat di surat An Nisa’ ayat 11 sampai 13 dan ayat 176. Di antaranya, Allah Ta’ala berfirman,يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا “Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” QS. An-Nisa’ [4] 11.Allah Ta’ala menetapkan aturan waris dalam ayat-ayat ini dengan cukup rinci dan detail. Maka setiap orang yang masih memiliki iman tidak mungkin mengabaikan dan meninggalkan hukum yang Allah tetapkan disayangkan, di zaman ini sedikit sekali kaum Muslimin yang perhatian terhadap hukum waris dan banyak yang meninggalkan aturan syari’at dalam pembagian harta warisan. Padahal aturan ini merupakan ketetapan Allah, dan Allah ancam orang-orang yang melanggarnya. Allah Ta’ala berfirman setelah menjelaskan aturan-aturan waris,تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ “Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” QS. An-Nisa’ [4] 13-14.Maka wajib bagi semua kaum Muslimin untuk kembali kepada aturan syari’at dan menerapkan aturan syari’at dalam pembagian harta Juga Menjadi Istri yang Menyenangkan Hati SuamiJika suami meninggal, semua hartanya menjadi milik istri?Ini adalah salah kaprah yang banyak diyakini oleh masyarakat. Yaitu ketika seorang suami meninggal, seluruh harta warisannya menjadi milik istrinya. Padahal jatah warisan istri telah Allah tentukan dalam Al Qur’an,وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ “Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan” QS. An-Nisa’ [4] 12.Maka, istri mendapatkan harta warisan 1/4 atau 1/8 dari peninggalan suaminya. Bukan adalah aturan waris yang Allah tetapkan langsung dalam Al Qur’an, tidak boleh dilanggar karena alasan adat, tidak enak, sungkan, atau alasan lainnya. Ingat, dalam Al Qur’an Allah Ta’ala mengancam dengan keras orang-orang yang tidak mau menerapkan hukum ada yang bertanya “Jika istri hanya mendapat 1/4 atau 1/8, apa tidak kasihan? Bagaimana nafkah dia?”JawabannyaPertama, ketetapan ini adalah hukum Allah yang sudah paling adil dan tidak ada kezaliman sama jika istri miskin dan anak-anaknya mampu menafkahi, maka anak-anaknya lah yang wajib menafkahi. Jika istri masih punya ayah yang mampu menafkahi, maka ayahnya yang wajib menafkahi. Jika tidak ada ayah, maka para kerabat lain yang wajib menafkahi. Maka selalu ada orang yang bertanggung-jawab atas nafkahnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian” QS. Al Baqarah [2] 233.Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan ayat “dan ahli waris pun berkewajiban demikian”, beliau rahimahullah berkata,فدل على وجوب نفقة الأقارب المعسرين, على القريب الوارث الموسر “Ayat ini menunjukkan bahwa kerabat yang berkemampuan wajib menafkahi kerabat yang kurang mampu” Tafsir As Sa’di.Jika ada yang bertanya, “Bagaimana jika para anak merelakan jatah warisnya untuk sang ibu istri dari mayit tersebut?”Jawabannya, boleh saja jika memang semua ahli warisnya ridha tanpa paksaan. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta menjelaskan,وإذا تنازل بعض الورثة عن نصيبه لآخر وهو بالغ رشيد جاز “Jika sebagian ahli waris tanazul merelakan sebagian hartanya untuk ahli waris yang lain, sedangkan ia adalah orang yang baligh dan berakal, hukumnya boleh” Fatawa Al Lajnah, no. 12881.Dengan tetap meyakini bahwa aturan waris yang Allah tetapkan adalah yang paling adil dan paling terbaik. Dan andaikan sang anak tidak merelakan bagiannya untuk sang ibu, ia pun tidak tercela. Karena memang itu adalah hak dia, yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ JugaSemoga Allah Ta’ala memberi Yulian PurnamaArtikel

Lantarantelah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya. Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, "Taatilah suami kamu." Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung.
Perempuan harus menyadari bahwa laki-laki setelah menikah memiliki dua cinta. Yakni cinta dia sebagai anak kepada ibunya dan cinta dia sebagai suami kepada istrinya. Kesadaran ini akan membuat perempuan bijaksana menempatkan diri. Dia akan menjadi istri yang sabar kepada suaminya dan menjadi menantu yang jauh lebih sabar kepada ibu mertuanya. Dan yang menjadi catatan penting seorang istri ketika dia memiliki perbedaan pandangan dengan ibu mertuanya kewajiban seorang istri adalah banyak mengalah dan bersabar. Karena kesabaran adalah salah satu tanda yang disematkan kepada perempuan-perempuan shalihah yang menjaga mistqan ghazila, ikatan suci yang diatasnya diletakkan tangan para malaikat. Dan pahami juga oleh perempuan bernama mertua bahwa ketika anak memutuskan untuk menikah anak kita memiliki dua amanah besar dalam hidupnya yakni amanah dia sebagai anak kepadamu dan sebagai pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Jangan perberat amanahnya dengan sikap mengatur segala urusan anak kita seperti saat ia bayi, biarkan dia membangun rumah tangganya bersama wanita pilihannya. Tentang kewajiban seorang lelaki untuk berbakti kepada ibunya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda رضى الرب في رضى الوالد وسخط الرب في سخط الوالد Keridhoan Allah berada pada keridhoan orangtua dan kemarahan Allah berada pada kemarahan orangtua. HR At-Thirmidzi 4/310 no1899,dari hadits Ibnu Umar dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, Al-Hakim dalam Al-Mustadrok 4/168 no 7249 عن معاوية بن جاهمة السلمي أن جاهمة جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك فقال هل لك من أم قال نعم قال فالزمها فإن الجنة تحت رجليها Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami bahwasanya Jahimah datang kepada Nabi shallallahu alihi wa sallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku hendak berjihad, aku menemuimu untuk meminta pendapatmu”. Rasulullah shallallahu alihi wa sallam berkata, “Apakah engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”, Rasulullah shallallahu alihi wa sallam berkata, “Senantiasalah bersamanya, sesungguhnya surga berada di bawah kedua kakinya”. HR An-Nasai 6/11 no 3104, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani lihat As-Silsilah Ad-Dho’ifah 2/59 no 593 Maka hendaknya seorang anak berusaha untuk mencarai keridhoan orangtua, menyenangkan hati orangtua, membuat mereka tersenyum dan tertawa. Sesungguhnya senyuman orangtua karena ridho terhadap anaknya meskipun nampaknya sepele namun ia bernilai besar di sisi Allah. Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال جئت أبايعك على الهجرة وتركت أبوي يبكيان فقال ارجع عليهما فأضحكهما كما أبكيتهما Datang seorang pria kepada Nabi shallallahu alihi wa sallam dan berkata, “Aku datang untuk membai’at engkau untuk berhijrah dan aku meninggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis”. Maka Rasulullah shallallahu alihi wa sallam berkata, “Kembalilah kepada kedua orangtuamu dan buatlah mereka berdua tertawa sebagaimana engkau telah membuat mereka berdua menangis”. HR Abu Dawud 3/17 no 2528 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani يا رسول الله إني جئت أريد الجهاد معك أبتغي وجه الله والدار الآخرة ولقد أتيت وإن والدي ليبكيان قال فارجع إليهما فأضحكهما كما أبكيتهما Dalam riwayat Ibnu Majah ia berkata, “Wahai Rasulullah aku sesungguhnya datang kepadamu untuk berjihad bersamamu, aku menginginkan wajah Allah dan kampung akhirat, aku telah datang dan sesungguhnya kedua orangtuaku dalam keadaan menangis”, maka Rasulullah shallallahu alihi wa sallam berkata, Kembalilah kepada kedua orangtuamu buatlah mereka berdua terrtawa sebagaimana engkau telah membuat mereka berdua menangis. HR Ibnu Majah 2/930 no 2782 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Tentang kewajiban istri yang harus berbakti kepada suaminya, Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya Suami adalah surga atau neraka bagi seorang istri. Keridhoan suami menjadi keridhoan Allah. Istri yang tidak diridhoi suaminya karena tidak taat dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat. Suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa beliau melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya kepada beliau mengapa demikian? Rasulullah pun menjawab bahwa diantarantanya karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya. HR Bukhari Muslim Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya, disebabkan karena Allah telah menetapkan hak bagi para suami atas mereka para istri. HR Abu Dawud, Tirmidzi, ia berkata, “hadis hasan shahih.” Dinyatakan shahih oleh Syaikh Albani Hak suami berada diatas hak siapapun manusia termasuk hak kedua orang tua. Hak suami bahkan harus didahulukan oleh seorang istri daripada ibadah-ibadah yang bersifat sunnah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bagi seorang perempuan berpuasa sementara suaminya ada di rumah kecuali dengan izinnya. Dan tidak boleh baginya meminta izin di rumahnya kecuali dengan izinnya.” HR Bukhari Muslim. Referensi - - -
Terkadangbeliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang juga tidur sahaja kemudian mandi". Saya berkata, "Segala puji milik Allah yang telah membuat keluasan dalam masalah ini". Rujukan: [H/R Muslim, Abu Awanah dan Ahmad] SUAMI ISTERI DIGALAKKAN MANDI BERSAMA Suami isteri dibolehkan mandi bersama-sama dalam satu tempat. .
  • tfn7lb5u37.pages.dev/167
  • tfn7lb5u37.pages.dev/745
  • tfn7lb5u37.pages.dev/973
  • tfn7lb5u37.pages.dev/752
  • tfn7lb5u37.pages.dev/320
  • tfn7lb5u37.pages.dev/8
  • tfn7lb5u37.pages.dev/421
  • tfn7lb5u37.pages.dev/172
  • tfn7lb5u37.pages.dev/992
  • tfn7lb5u37.pages.dev/647
  • tfn7lb5u37.pages.dev/533
  • tfn7lb5u37.pages.dev/995
  • tfn7lb5u37.pages.dev/147
  • tfn7lb5u37.pages.dev/225
  • tfn7lb5u37.pages.dev/247
  • hadist istri milik suami suami milik ibunya